Home » Archives for Mei 2018
Minggu, 27 Mei 2018
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI PIPERIN DARI FRUCTUS PIPERIS NIGRI
LAPORAN
PRAKTIKUM FITOKIMIA
PERCOBAAN
KE IV (EMPAT)
ISOLASI
DAN IDENTIFIKASI PIPERIN DARI FRUCTUS
PIPERIS
NIGRI
Nama
:
Nurani Puji Pangestuti
NIM : 1606067040
Kelompok :
A6
Hari,
Tanggal Praktikum : Senin, 7 Mei 2018
Dosen
Pembimbing : Dian Ratna Rianti, M.Sc., Apt
LABORATORIUM
FITOKIMIA
AKADEMI
FARMASI INDONESIA YOGYAKARTA
2018
- TUJUAN
Mahasiswa dapat
memahami prinsip dan melakukan isolasi
dengan
piperin
dari Piperis nigri
fructus atau Piperis albi fructus
beserta analisis kualitatif hasil isolasi
dengan metode kromatografi lapis tipis.
- DASAR TEORI
Soxhlet
Merupakan metode ekstraksi yang memanfaatkan pemanasan untuk
destilasi pelarut sehingga terjadi
sirkulasi pelarut melalui serbuk simplisia. Metode ini efisiensi dalam
pemanfaatan pelarut tetapi berisiko pembentukan artefak akibat penggunaan panas. Pelarut yang
digunakan pada metode Soxhlet minimal cukup untuk 2 kali penyarian. Proses
ekstraksi dengan Soxhlet dihentikan apabila warna pelarut yang ada didalam Soxhlet
sama seperti warna pelarut awalnya.
Piperin
Piperin
merupakan senyawa yang tahan terhadap panas dan piperin yang digunakan untuk
ekstraksi berupa serbuk halus, tujuannya
supaya didapat sari dengan dengan kadar yang optimal karena jika suatu sampel ukuran
partikelnya diperkecil maka
partikel mudah terbasahi oleh solvent sehingga senyawa dalam simplisia mudah
tersari. Proses isolasi
piperin dari ekstrak lada hitam dapat dilakukan dengan metode rekristalisasi.
Secara hartlah rekristalisasi berarti pembentukan kristal kembali. (Harborne.
J.B., 1987).
Kromatografi
Kromatografi
adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan tertentu. Pada dasarnya
semua cara kromatografl menggunakan dua fase yaitu fasa tetap (stationary) dan
fasa gerak (mobile), pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fasa
tersebut.
Cara-cara
kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fasa tetap, yang
dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa tetap berupa zat padat maka
cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan, jika zat cair dikenal
sebagai kromatografi partisi. Karena fasa bergerak dapat berupa zat cair atau
gas maka semua ada empat macam sistem kromatografl yaitu kromatografi serapan
yang terdiri dari kromatografi lapis tipis dan kromatografi penukar ion,
kromatografi padat, kromatografl partisi dan kromatografl gas cair serta kromatografi
kolom kapiler (Hostettmann, K., dkk., 1995).
Tumbuhan
lada (Piper Ningrum L) termasuk tumbuhan semak atau perdu dan sering kali
memenjat dengan akar-akar pelekat. Tumbuhan lada ini dikenal dengan beberapa
nama antara lain piper, lada, merica dan sakang. Dari perlakuan terhadap buah
lada dapat diperoleh lada hitam dam lada putih. Lada hitam diperoleh dari buah
lada yang belum masak, dikeringkan bersama kulitnya hingga kulitnya keriput dan
berwarna hitam. Lada putih berasal dari buah yang masak dan kulitnya sudah
dihilangkan dan dikeringkan sehingga warnanya putih.
Berdasarkan system
klasifikasi dari Cronquist dalam pasuki (1994) klasifikasi tanaman lada adalah
sebagai berikut:
Divisi :
Magndrophyta
Kelas :
Magnolipisida
Anak kelas :
Magnolidae
Bangsa :
piperales
Suku : Piperaceae
Marga : Piper
Spesies : Piper Ningrum L
Lada
mengandung minyak atsiri, pinena, kariofilena, lionena, filandrena alkaloid
piperina, kavisina, piperitina, piperidina, zat pahit dan minyak lemak. Lada
memilki rasa pedas, berbau khas dan aromatik. Rasa pedas dari buah lada hitam
90-95% disebabkan oleh adanya komponen trans piperin yang ada dalam buah kering
yang kadarnya 2-5 % dan terdiri atas senyawa asam amida piperin dan asam
piperinat. Rasa pedas piperin masih ada meskipun diencerkan 1:200.000. rasa
pedas juga disebabkan oleh adanya kavisin yang merupakan isomer basa piperin. Kandungan lain yang
menghasilkan bau aromatic adalaah minyak atsiri dengan kadar 1-2,5 % yang
mengandung piperanol, eugenol, safrol, metal eugenol dan miristissin. Lada
hitam juga mengandung monoterpen dan seskuiterpen.
Piperin
(1-piperilpiperidin) C17H19O3N merupakan alkaloid dengan inti piperidin.
Berikut struktur piperin:
Piperin berbentuk
Kristal berwarna kuning dengan titik leleh 127-129,5 , merupakan basa yang tidak optis aktif,
dapat larut dalam alcohol, benzene, eter
dan sedikit larut dalam air. Hidrolisis
piperin dapat dilakukan dengan menggunakan larutan 10 % KOH-etanol menjadi asam
piperat.
Metode
yang digunakan untuk mengisolasi piperin dari lada hitam adalah ekstraksi
soxhlet yang merupakan pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan
dengan menggunakan bantuan pelarut. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan
larut yang berbeda dari
komponen-komponen dalam campuran/pemilihan jenis pelarut didasarkan atas
beberapa factor, yaitu selektivitas, kelarutan, kemampuan tidak saling campur,
reaktivitas, titik didih, dan kriteria lainnya (Bernasconi, 1995). Ekstraksi
serbuk kering jaringan tumbuhan dapat dilakukan secara maserasi, refluks, atau
sokletasi dengan menggunakan pelarut yang tingkat kepolarannya berbeda-beda
Proses isolasi dengan sokletasi memanfaatkan sirkulasi pelarut dalam sistem
secara berulang sehingga penggunaan
pelarut lebih efektif.. Oleh karena itu, pada penelitian proses ekstraksi dilakukan menggunakan metode
sokletasi. Dalam proses sokletasi pelarut diuapkan ke dalam labu soxhlet dan
turun secara berkala sesuai dengan titik didih pelarut sehingga terjadi
pergantian pelarut secara berkala (Tonius et al, 2016).
- ALAT DAN BAHAN
ALAT
1. Alat Penyari Soxhlet
2. Seperangkat alat KLT
BAHAN
1. Piper nigrum
2. Etanol 96%
3. KOH etanolik 96%
4. Diklorometana
5. Etil Asetat
- CARA KERJA
1.
EKSTRAKSI DAN
ISOLASI
Timbang 30 gram serbuk merica, masukkan kedalam alat penyari soxhlet yang
telah dipasang kertas saring, kemudiaan tambahkan etanol 96% paling sedikit
sebanyak 2 kali sirkulasi (120ml). Jangan lupa untuk menambahkan batu didih,
penyarian dilakukan selama 2 jam dengan kecepatan 6-8 sirkulasi perjam. Setelah dingin, pisahkan sari dari
bagian yang tidak terlarut dengan penyaringan melalui kertas saring. Filtrat
yang diperoleh diuapkan dengan rotary
evaporator atau konsistensi kental. Kemudian
tambahkan 10 ml KOH-etanolik 10 sambil
diaduk-aduk sehingga timbul endapan. Setelah
mengendap, pisahkan sari dari bagian
yang tidak larut melalui glass wool. Sari jernih yang didapat didiamkan dalam almari es sampai
hari praktikum yang akan datang, atau sampai pembentukan kristal optimal.
2.
PERMURNIAN
Kristal
yang timbul dipisahkan, dicuci dengan etanol 96% (dingin) dan dikeringkan dalam almari
pengering pada suhu 40oC selama 30-45 menit kemudian disimpan dalam
eksikator yang dilengkapi kapur tohor. Kristal yang diperoleh ditimbang dan
diidentifikasi dengan KLT.
3.
IDENTIFIKASI
Ambil sedikit
padatan pada ujung spatel kecil, larutkan dalam etanol. Larutan siap dianalisis
secara kualitatif dengan kromatografi lapis tipis dengan kondisi sebagai
berikut :
a. Fase diam : Silika Gel GF 254
b. Fase gerak : diklorometana
: etil asetat ( 75:25 )
c. Cuplikan : Larutan
sampel
d. Deteksi : UV 254,
disemprot dengan annisaldehid asam sulfat dan dipanaskan 110oC selama 10 menit.
Catat Harga Rf yang diperoleh.
- HASIL
Nama Simplisia :
Piperis Nigri Fructus
Metode ekstraksi :
Soxhletasi
Jumlah pelarut yang diperlukan : 350 ml
Jumlah siklus : 6 kali
Randemen ekstrak : -
Pemerian Ekstrak :
Warna : -
Aroma : -
Bentuk/tekstur : -
Waktu yang diperlukan
Siklus pertama : 53 menit
Siklus kedua : 18 menit
Siklus ketiga : 12 menit
Siklus keempat : 17 menit
Siklus kelima : 6 menit
Siklus keenam : 30 menit
Hasil Pengamatan dengan
Kromatografi :
Fase gerak : Diklorometana : Etil asetat ( 75:25 )
Fase diam : Silika Gel GF 254
Cuplikan : Larutan sampel
Deteksi : UV 254, disemprot dengan annisaldehid asam sulfat dan
dipanaskan
110o C selama 10 menit.
- PEMBAHASAN
Pada
percobaan, dilakukan uji isolasi piperin dari Piperis Nigri digunakan sampel serbuk merica pada praktikum.
Tujuan dari percobaan kali ini adalah
untuk dapat memahami prinsip dan melakukan isolasi piperin dari Piperis nigri fructus beserta
analisis kualitatif hasil isolasi dengan
menggunakan metode
Kromatografi Lapis Tipis. Isolasi dari piperin
pada sampel merica menggunakan metode sokletasi.
Sokletasi
adalah metode pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam zat padat dengan cara penyarian berulang
menggunakan pelarut tertentu sehingga seluruh komponen dapat terisolasi.
Prinsip dari sokletasi ialah penyarian berulang sehingga hasil yang didapat
sempurna dan pelarut yang digunakan relatif lebih sedikit. Bila proses penyarian telah selesai, maka pelarut
akan diuapkan kembali dan sisanya adalah zat yang tersari. Metode sokletasi
menggunakan suatu pelarut yang mudah menguap dan dapat melarutkan senyawa
organik yang terdapat pada bahan tersebut, tapi tidak melarutkan zat padat yang
tidak diinginkan. Sokletasi digunakan pada pelarut organik tertentu. Dengan
cara pemanasan, sehingga uap yang timbul setelah dingin secara kontinu akan
membasahi sampel, secara teratur pelarut tersebut dimasukkan kembali kedalam
labu dengan membawa senyawa kimia yang akan diisolasi tersebut. Pelarut yang telah membawa
senyawa kimia pada labu distilasi diuapkan dengan rotari evaporator sehingga
pelarut tersebut dapat diangkat lagi bila suatu campuran organik berbentuk cair atau padat ditemui pada suatu
zat padat, maka dapat diekstrak dengan menggunakan pelarut yang diinginkan
(Drastinawati, 2013).
Pada
alat sokletasi, terdiri dari beberapa komponen diantaranya kondensor,
timbal/slongsong, pipa f, sifon, dan labu alas bulat. Kondensor berfungsi
sebagai pendingin balik dan juga untuk
mempercepat proses pengembunan. Uap dari pelarut yang telah melewati pipa f
akan di embunkan pada kondensor dan berubah menjadi tetesan dan jatuh pada
sampel. Pipa f berfungsi sebagai tempat lewatnya uap bagi pelarut yang menguap dari proses penguapan.
Sifon berfungsi sebagai indikator
perhitungan siklus dimana bila pada sifon telah penuh larutan maka akan
jatuh ke labu alas bulat dan menandai telah terjadi 1 siklus. Timbal/slongsong
berfungsi sebagai wadah untuk sampel yang akan diambil zatnya dan labu alas
bulat berfungsi sebagai wadah untuk pelarut dan senyawa yang telah tersari.
Pada isolasi piperin, digunakan metode sokletasi dikarenakan terdapat beberapa
kelebihan pada metode tersebut. Pada isolasi piperin dapat menggunakan pelarut
etanol yang mudah menguap sehingga sesuai bila digunakan metode sokletasi
dimana pada metode tersebut pelarut
harus dapat dengan mudah menguap agar dapat menyari sampel pada tabung
selongsong. Selain itu, dengan penggunaan sokletasi, pelarut yang digunakan
tidak terlalu banyak dan tidak mudah jenuh karena setiap kali selesai menyari,
pelarut akan diuapkan kembali dari labu alas bulat dan meninggalkan senyawa tersari
yang memiliki titik didih yang berbeda dari pelarut. Hal ini menyebabkan
senyawa yang dapat tersari akan lebih maksimal. Proses isolasi dengan sokletasi
juga memakan waktu yang lebih sedikit dibandingkan metode lain seperti maserasi
karen tidak perlu melakukan perendaman hingga berjam-jam. Selain itu, senyawa
piperin merupakan senyawa yang tahan terhadap pemanasan sehingga cocok bila digunakan metode sokletasi. Pada
percobaan, digunakan sampel serbuk merica
sebanyak 30g. Digunakan serbuk sampel karena ukuran kecil pada sampel
akan memperluas permukaan kontak dengan penyari semakin besar dan senyawa aktif
dapat tersari dengan lenih mudah. Sampel dimasukkan
ke dalam kertas saring dan ditaruh pada pipa slongsong yang berfungsi sebagai
tempat menaruh sampel. Hal ini dilakukan agar serbuk merica tidak menyumbat
pipa sifon dari alat soxhlet sehingga proses ekstraksi dapat berlangsung dengan
lancer. Metode soxhlet dipilih karena pelarut yang digunakan
lebih sedikit (efisiensi bahan) dan larutan sari yang dialirkan melalui sifon
selalu baru dan meningkatkan laju ekstraksi waktu yang digunakan lebih cepat. Ektraksi dilakukan dengan penambahan pelarut etanol 96%.
Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman
piperis nigrii yaitu etanol 96% akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam
rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam etanol 96% di
luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan
berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif
di dalam dan di luar sel. Pada
labu alas bulat dilakukan penambahan batu didih yang berfungsi mempercepat proses
pemanasan juga berfungsi menghomogenkan suhu panas pada seluruh labu sehungga
etanol lebih mudah menguap.
Proses
pemanasan dimana etanol akan kembali menguap
melewati pipa f menuju kondensor untuk kemudian diembunkan dan menetes pada
sampel merica dan akan terkumpul pada slongsong
hingga pipa sifon terpenuhi dan turun dari permukaan pipa menuju labu alas
bulat kembali membawa senyawa yang diekstrak yang menandai terjadinya satu
siklus. Pada dasarnya sirkulasi yang baik dilakukan selama 1 -
2jam dengan kecepatan 6 – 8 siklus untuk mendapatkan zat aktif yang lebih
banyak dan murni. Pada praktikum penyarian dilakukan kuramng lenbih dua jam yaitu
sebanyak 6 kali sirkulasi. Sirkulasi pertama membutuhkan waktu 53 menit, siklus
kedua 18 menit, siklus ketiga 12 meit, siklus keempat 17 menit, siklus kelima 6
menit, dan siklus terakhir 30 menit. Seharusnya perbedaan waktu sirkulasi
semakin lama semakin cepat karena suhu pada soxhket yang dipanaskan meningkat
sehingga mempercepat sirkulasi penyarian, namun dalam praktikum berbeda siklus
tidak turun disebakan suhu yang tidak stabil. Hasil
dari ekstraksi didinginkan dan disaring dengan kertas
saring dengan kertas saring untuk memisahkan sari dari bagian yang tidak larut.
Disisihkan ekstrak jernih sebanyak 3 ml dari sampel untuk di uji KLT. Sisanya diuapkan
dengan rotary evaporator sampai konsentrasi sampel berkurang didapatkan ekstrak
kental. Etanol yang meiliki titik didih rendah akan menguap meningkatkan zat
aktif pada rotary evaporator. Penguapan terjadinkarena adanya pemanasan yang
dipercepat oleh putaran labu alas bulat. Untuk menghilangkan etanol 96%
digunakan suhu 60 – 80oC. Ekstrak kental
yang telah diperoleh
kemudian di dinginkan kembali dan diberikan KOH etanolik 10% sebanyak 10ml.
Tujuan dari pemberian KOH etanolik 10% untuk
memisahkan senyawa resin dengan meminimalkan
pembentukan garam sehingga didapatkan alkaloida yang murni. Endapan dipisahkan
dengan penyaringan dengan kertas saring, kemudian didapatkan sari yang jernih. Sebelum
disaring terlebih dahulu didinginkan. Setelah
penambahan KOH etanolik, dilakukan penyaringan kembali dengan kertas saring
untuk memisahkan filtrat dan endapan resin akibat pemberian KOH etanolik. Penyaringan kembali bertujuan untuk memisahkan filtrat
dengan endapan resin akibat pemberian KOH etanolik.
Filtrat
jernih yang telah didapat kemudian dimasukkan ke dalam lemari es untuk proses kristalisasi. Tujuan dari proses
kristalisasi ialah untuk memurnikan sampel dari
pengotornya. Prinsip dari kristalisasi ialah senyawa padat akan mudah
terlarut dalam pelarut panas bila
dibandingkan pada pelarut yang lebih dingin. Jika suatu larutan senyawa
tersebut dijenuhkan dalam keadaan panas dan kemudian didinginkan, senyawa terlarut akan
berkurang kelarutannya dan mulai mengendap, membentuk kristal yang murni dan
bebas dari pengotor. Kemudian didiamkan
selama beberapa hari sampai diperoleh kristal. Kristal kemudian ditimbang dan
diperoleh randemen hasil tersebut.
Proses
selanjutnya ialah uji analisis kualitatif
dengan metode KLT. Kromatografi lapis tipis
merupakan salah satu metode kromatografi yang didasarkan pada prinsip adsorbsi. KLT dilakukan untuk
uji kualitatif berdasarkan perbandingan nilai Rf sampel dan standar. Prinsip
dari KLT ialah pemisahan yang terjadi didasarkan pada perbedaan distribusi dan migrasi senyawa
dimana kecepatan distribusi tergantung
pada interaksi antara senyawa dengan dua fase yang berbeda yaitu fase
diam dan fase gerak. Senyawa yang terikat kuat oleh fase diam akan tertahan dan
terelusi lebih lama dibandingkan dengan senyawa yang terikat lemah dimana
senyawa yang terikat lemah akan
lebih mudah terbawa oleh fase gerak dan terelusi pada plat. Daya ikatan antara
senyawa dan kedua fase didasari pada sifat polaritasnya. Digunakan KLT fase
normal yaitu fase diam cenderung
lebih polar yaitu silika gel GF 254
(Gypsum berfluoresensi pada panjang gelombang 254)
dan fase gerak yang
digunakan adalah campuran diklorometan: etil asetat (75:25). Digunakan fase
gerak tersebut karena sifat piperin yang
cenderung non polar sehingga akan terbawa oleh fase gerak sedangkan zat lain
dan pengotor yang memiliki polaritas berbeda akan tertahan oleh silika gel.
Sebelum proses elusi dimulai, chamber terlebih dahulu harus di jenuhkan dengan
pelarut/eluen. Untuk mengaktifkan
plat silika gel dimaksudkan menghindai kandungan air didalamnya juga untuk
menyamakan tekanan uap eluen dalam chamber agar dapat merata
sehingga proses elusi dapat seragam kecepatannya dan penjenuhan dilakukan untuk mengoptimalkan
proses pengembangan fase gerak. Plat KLT ditotolkan dengan 3 sampel yaitu
larutan jernih 3 ml hasil sokletasi awal, sampel kristal yang telah dilarutkan,
dan standar piperin. Plat yang sudah ditotolkan kemudian dimasukkan dalam
chamber dan dielusi hingga eluen mencapai batas atas plat (batas telah dibuat sebelum mulai penjenuhan)
kemudian dihitung nilai Rf nya untuk membandingkan hasil.
Hasil spot bercak yang muncul diamati melalui lampu UV 254. Noda dapat
berfluoresensi karena pada noda mengandung gugus kromofor. Untuk memperjelas/mempertegas
warna bercak dilakukan penyemprotan pada silika gel dengan annisaldehid asam
sulfat dan dipanaskann110oC. Setelah penyemprotan dapat terlihat
jelas spot yang terbentuk dimana spot menunjukan warna kuning atau orange.
Berdasarkan literature, nilai Rf standar dari piperin adalah 0,42 + 0,003
(Vyas et., al, 2011. Jika nilai RS dengan nilai Rf standar darisenyawa tersebut
dapat dikatakan memiliki karateristik yang sama/mirip. Sedangkan bilai nilai
Rfnya berbeda senyawa tersebut dapat dikatakan senyawa yang berbeda.
- KESIMPULAN
Mahasiswa
dapat memahami prinsip dan melakukan isolasi
dengan
piperin
dari Piperis nigri
fructus atau Piperis albi fructus
beserta analisis kualitatif hasil isolasi
dengan metode kromatografi lapis tipis.
Isolasi piperin dari sampel merica menggunakan metode soxhletasi dengan prinsip penyarian berulang
sehingga hasil yang didapatkan sempurna dan pelarut yang digunakan relatif lebih
sedikit. Bila proses penyarian telah selesai, maka pelarut etanol 96%
menghasilkan senyawa dalam bentuk kristal.
Identifikasi dilakukan dengan uji KLT dihasilkan nilai Rf sampel dibanding dengan RF sampel dan dibandingkan dengan Rf standar.
Minggu, 06 Mei 2018
ISOLASI FLAVONOID DARI TEMU KUNCI
LAPORAN
PRAKTIKUM FITOKIMIA
PERCOBAAN
KE III (TIGA)
ISOLASI
FLAVONOID DARI TEMU KUNCI (Boesenbergia
pandurata)
Nama
:
Nurani Puji Pangestuti
NIM : 1606067040
Kelompok :
A6
Hari,
Tanggal Praktikum : Senin, 23 April
2018
Dosen
Pembimbing : Dian Ratna Rianti, M.Sc., Apt
LABOTATORIUM
FITOKIMIA
AKADEMI
FARMASI INDONESIA YOGYAKARTA
2018
PERCOBAAN
ISOLASI
FLAVONOID DARI TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata)
A. TUJUAN
Mahasiswa
mengetahui langkah-langkah isolasi, mampu melakukan isolasi pinostrobin dari
temu kunci dan mengidentifikasi isolat yang diperoleh.
B. DASAR
TEORI
Maserasi
Secara harfiah berarti merendam.metode ini merupakan
metode yang paling sederhana. Tidak ada batas pelarut dalam metode ini. Catatan
jika menggunakan metote ini, simplisia dibasahkan terlebih dahulu, jika
dikhawatrikan akan ada simplisia yang tidak teraliri pelarut. Proses maserasi
sendiri dilakukan secara berulang dengan memisahkan cairan perendam dengan cara
penyaringan, dekantir atau di peras, selanjutnya ditambahkan lagi penyari segar
kedalam apas hingga warna rendeman sama dengan warna pelarut.
Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah senyawa yang
mengandung C5 terdiri dari atas dua inti telonat yang dihubungkan dengan tida
satuan carbon. Cincin A memiliki karakteristik bentuk hidroksilasi
floroglusinol, dan cincin B biasanya 4-, 3,4- atau 3,5,4- terhidroksilasi (Sastrohamidjojo, H., 2001).
Struktur
dasar flavonoid C6-C3-C6 :
Kromatografi
Kromatografi adalah suatu nama yang
diberikan untuk teknok pemisahan tertentu. Pada dasarnya semua cara
kromatografi menggunakan ua fase yaitu fase tetap (stationary) dan fase gerak
(mobile), pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fase tersebut. Cara-cara
kromatografi dapat digolongkan sesuai dengn sifat-sifat dari fasa tetap, yang
dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa tetap berupa zat padat maka
cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan, jika zat cair dikenal
sebagai kromatografi partisi. Karena fasa bergerak dapat berupa zat cair atau
gas maka semua ada empat macam sistem kromatografi yaitu kromatografi serapan
yang terdiri dari kromatogarafi lapis tipis dan kromatografi penukar ion,
kromatografi padat, kromatografi partisi dan kromatografi gas-cair serta
kromatografi kolom kapiler (Hostettmann, K., dkk., 1995).
Temu Kunci
1. klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiosperma
Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberacea
Marga : Boesenbergia
Jenis : Boesenbergia pandurata (Roxb.)
Schkecht.
2. Monografi
dan penyebaran
Temu kunci merupakan
tanaman semak yang berumur tahunan. Saat tanaman tidak terlalu tinggi karena
hanya sekitar 30-1—cm. Batangnya tersusun atas gabungan pelepah-pelepah daun.
Warna batangnya hijau agak merah
Daunya tidak terlalu banyak, yakni hanya sekitar4-5 helai,
bentuk bulat meruncing ke ujung dan pangakal, warnanya hijau dan tangkai
daunnya beralur, lebar 4,5-10 cm, panjang 23-38 cm. Tulang daunnya besar,
berlapis tipis tembus cahaya. Permukaan daun sebelah atas dan bawah bila diraba
terasa licin tidak berbulu, meskipun ada juga bagian daun yang berbulu halus
(Muhlisa, 1999).
Rimpang tumbuh dibawah permukaan tanah secara mendatar dan
beruas, sedikit keras, bersisik tipis dan berbau harum. Anakan rimpang
bergerombol kecil disebelah rimpang induk, serupa rangkaian anak kunci. Jika
dibelah, bagian luar rimpang warna hijau kekuningan sementara daging rimpang
sebelah berwarna kuning muda. Daging rimpang menyebarkan aroma temu kunci
(Muhlisa, 1997).
3. Khasiat
dan Kandungan Kimia
Rimpang temu kunci mengandung
saponin, flavonoid dan minyak astiri. Rimpang temu kuncu ini berkhasiat untuk
memperbanyak air susu ibu dan penyegar tubuh bagi ibu setelah melahirkan.
Daunnya berkhasiat sebagai obat sariawan (Depkes RI, 2001).
C. ALAT
DAN BAHAN
ALAT
1. Seperangkat
alat maserai
2. Seperangkat
alat KLT
3. Beaker
glass
4. Stirer
5. Rotavapour
6. Cawan
porselin
BAHAN
1. Simplisia
temu kunci (Boesenbergia pandurata)
2. Etanol
3. Etil
asetat
4. Heksan
5. Standar
pinostrobin
D. CARA
KERJA
1. EKSTRAKSI
Sebanyak
100 gram rimpang temu kunci yang telah dihalusjan dimasukan kedalam beaker
glass 500 ml, kemudian tambahkan 200 ml etanol. Campuran tersebut kemudian
selanjutnya diaduk selama 1 jam menggunakan stirer. Campuran tersebut kemudian
disaring. Hasil saringan dikumpulkan dan diuapkan dengan penguap putar
(rotavapour) hingga volume kurang lebih 10 ml. Hasil rotavapor dikumpulkan dan
dipindahkan ke cawan porselin.
2. ISOLASI
DENGAN KLT PREPARATIF
Ekstrak
yang sudah kental ditotolkan pada plat silica GF 254 sepanjang 5x10 cm sebanyak
10 kali. Pengembang yang digunakan adalah etil asetat : heksan (4:1).
Dideteksi dengan menggunakan lampu UV
366 nm, bercak dengan pita ditandai. Becak yang ditandai dekerok dan dilarutka
dalam etanol kemudian etanol diuapkan.
3. IDENTIFIKASI
Ambil
sedikit padatan dengan ujung spatel kecil, larutkan dalam etanol. Larutan siap
dianalisis secara kualitatif dengan kromatografi lapis tipis dengan kondisi
sebagai berikut:
a. Fase
diam : Silika gel GF 254
b. Fase
gerak : Etil asetat : Heksan
(1:4)
c. Cuplikan : Lautan sampel dan pembanding
pinostobin dalam etanol
d. Deteksi
: UV 254
Catat harga Rf dan
bandingkan dengan harga Rf standar pinostrobin
E. HASIL
Nama
simplisia : Temu Kunci (
boesenbergia pandurata )
Metode
Ekstraksi : Maserasi
Jumlah
perlarut : 200 ml
Randemen
Ekstrak :
Bobot hasil ekstraksi : 2,356 gram
Randemen : 2,356 gram x 100 % = 47,12 %
5
gram
Pemerian
Ekstrak :
Aroma
: Bau khas aromatik
Warna : Kuning muda sedikit kecoklatan
Bentuk/tekstur:
Cair
Hasil
pengamatan dengan kromatografi : Sinar UV 366nm
Proses sebelum terbentuknya
ekstrak simplisia :
F. PEMBAHASAN
Sampel yang digunakan dalam percobaan adalah temu
kunci. Tujuan pratikum kali ini adalah untuk mengetahui langkah-langkah
isolasi, yaitu mampu melakukan isolasi pinastrobin dari temu kunci dan
mengidentifikasi isolasi yang diperoleh. Isolasi dilakukan dengan metode
maserasi dengan menggunakan pelarut yang sesuai yaitu dalam pratikum digunakan
etanol. Metode maserasi ini bertujuan agar zat aktif akan terdesak keluar dari
sel, dilakukan pengadukan agar serbuk dan pelarutnya bisa bersentuhan semuanya,
sehingga flavonoid yang terdapat dalam serbuk tersebut dapat tersari sempurna.
Pengadukan dilakukan selama 1 jam menggunakan stirer. Hasil maserasi/campuran
tersebut disaring menggunakan kertas
saring filtrat yang diperloleh kemudian dipekatkan atau diuapkan dengan penguap
putar (rotary evaporator) hingga pelarutnya hampir habis dan diperoleh ekstrak,
tujuan diuapkan agar pelarut benar-benar hilang dan memperoleh ekstrak kental.
Penguapan dengan rotavapor dilakukan karena tekanan yang diperoleh dari rotavapor menyebabkan etanol dapat
menguap dibawah titik didihnya sehingga suhu yang digunakan tidak terlalu
tinggi dan tidak merusak ekstrak yang diperoleh . digunakan pelarut etanol
karena dapat menembus semua jaringan simpisia/tanaman untuk menarik senyawa aktif keluar dari jaringan
sel baha. Etanol tidak menyebabkan pembengkakan pada membran sel dan memperbaii
stabilitas bahan obat terlarut, sifatnya yang mampu mengendapkan albumin dan
menhambat kerja enzim Etanol dapat melarutkan hampir semua bahan organik senyawa polar maupun senyawa semi polar, sehingga
senyawa-senyawa kimia aktif seperti flauonold, alkaloid, tanin dan saponin
dapat terlalut dalam pelarut. Selanjutnya isolasi dengan Kromatografi lapis
tipis pereparatatif dengan pengembangan yang dapat memisahkan komponen, proses
yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap dan daya pertisi serta kelarutan
komponen-komponen senyawa kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen
oleh karena daya serap adserben terhadap komponen kimia tidak sama, maka
komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal ini yang
menyebabkan pemisahan. (Munson, 2010)
Kromatrografi adalah teknik pemisahan campuran
berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu,
komponen-komponen akan dipisahkan antara dua fase yaitu fase diam dan fase
gerak. Adsorbsi dan partisi berdasarkan pada jumlah dan cara pentotolan
cuplikan yang berkesinambungan yang memberikan hasil erusi berupa pita.
Pemisahan suatu senyawa dari senyawa lain dalam ekstrak, dimana senyawa-senyawa
itu akan terpartisi sesuai tingkat kepolarannya, dimana fase alam digunakan
siliga gel GF 254, silica gel dapat memadat dalam bentuk tetrahendral raksasa,
sehingga ikatannya kuat dan rapat serta mampu menhasilkan proses pemisahan yang
lebih optimal. Silica fel GF 254 dengan
G melambangkan Gypsum (casou), F melambangkan Floroscene dan angka 254
menunjukan besarnya panjang gelombang uaitu 354 nm. Silica gel dapat membentuk
ikatan hidrogen dipermukaannya, karena pada permukaannya terikat gugus hidroksil atau sifatnya sangat polar.
Sementara itu, fase gerak yang digunakan (Etil asetat : Heksan + 1:4) sifatnya
non polar makan pada saat campuran dimasukan, senyawa-senyawa yang semakin
polar akan semakin tertahan di fase stasioner, dan senyawa yang tidak/kurang polar akan terbawa keluar kolom lebih cepat.
Sebelum dilakukan pentotolan terhadap ekstrak dan cuplikan terlebih daulu
dilakukan pengembangan yaitu dengan pita kertas saring dimasukan dalam suatu
chamber/bejana yang telah berisi eluen. Tujuan atau fungsi pengembanganyaitu
untuk mengetahui bejana/chamber telah penuh dengan partisi antara fase gerak
dan fase alam. Setelah dilakukan pengembangan cuplikan yang akan dipisahkan
ditotolkan berupa garis untuk sampel/ekstrak pada salah satu sisi pelat lapisan
besar serta ditotolkan cuplikan pinostrobin pada silica gel GF254 dimasukan
dalam bejana sedikit tegak lurus dalam bejana/chamber diamana sebelumnya pada
silica gel telah diberikan garis batas penembangan 1 cm dibawah dan 1 cm dari
atas silica. Kemudian bejana segera
ditutup dan mulai dikembangkan, pengembangan hanya sampai garis batas atas
tidak boleh melebihi garus batas. Setelah pengembangan telah selesai pelat
silica gel diambil dari adalam bejana kemudian dideteksi dengan menggunakan
lampu UV 366 nm, bercak dengan pita ditandai, terdapat banyak bercak dalam
pita/silica gel dikerok pada bagian bercak yang memiliki tinggi hampir sama
dengan cuplikan pinostrobin bercak yang ditandai dikerok dan dilarutkan dalam
etanol kemudian etanol diuapkan beberapa waktu. Spot bercak senyawa tersebut
terbentuk becak dengan warna kuning dibawah lampu UV. Spot noda dengan letak
yang berbeda menandakan terdapat senyawa lain dalam cuplikan tersebut (sebelum
diuapkan telah disaring dahulu).
Setelah
mendapatkan hasil dari isolasi secara KLT preparatif kemudian senyawa yang
telah didapatkan dilakukan analisis secara kualitatif dengan KLT identifikasi
bertujuan untuk senyawa yang telah dipisahkan adalah merupakan senyawa murni
atau membuktikan adanya suatu kompnen yang ditiru dalam sampel dilakukan
petotolan terhadap hasil isolasi dengan KLT preparatif terhadap silica gel
dengan satu titik pentotolan secara berulang dengan pembanding pinostrobin juga
ditotolkan segaris dengan senyawa tersebut pada satu titik. Kemudian dikembangkan
tidak melebihi tanda batas yang telah dibuat
yaitu jarak 1 cm dari bawah dan 1 cm dari atas silica gel. Namun tidak
menghasilkan noda yang jelas pada silica gel yaiatu timbul bercak dan garis
(bukan noda, spot 1 titik) vertikal diesebabkan karena kesalahan dalam
meletakan dalam bejana/chumber seharusnya sedikit tegak lurus, fase alam tidak
terjadinya pengembangan lagi cairan eluen menggenang dalam silica dan tidak
dapat terelusi keatas, telah menguapnya keluar bejana antar partisi yang
menyebabkan tidak naiknya dalam pengembangan dalam chumber/bejana. Kemungkinan
terjadi banyaknya senyawa yang tertinggal dalam kertas saring saat setelah
isolasi KLT preparatif yang menyebabkan zat senyawa yang dihasilkan
tidak/kurang tegas (bercak yang timbul dilihat dengan lampu UV 366 nm).
Sehingga tidak dapat menentukan nilai Rf solut dengan Rf senyawa baku. Hasil
ekstraksi sebelum isolasi dengan KLT Preparatif dihasilkan randemen sebesar
47,12%.
G. KESIMPULAN
a. Mahasiswa
mengetahui langkah-langkah isolasi, mampu melakukan isolasi pinostrobin dari
temu kunci dan mengidentifikasi isolat yang diperoleh.
b. Serbuk
Temu Kunci di ekstraksi dengan metode maserasi serta dihasilkan ekstrak cair
berwarna kuning muda.
c. Proses Kromatogrfi Lapis Tipis (KLT) menghasilkan noda
flavonoid dari 10 fraksi yang ditotolkan pada isolasi KLT preparatif, dengan
menggunakan Fase diam silica gel GF 254 dan Fase gerak Etil asetat serta
menggunakan cuplikan larutan sampel dan pembanding pinostrobin, serta tidak didapatkan
hasil dari identifikasi senyawa flavonoid sehingga harga Rf tidak dapat
ditentukan.
DAFTAR
PUSTAKA
Dirjen POM Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia, Edisi III.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI.1986. Sediaan
Galenik. Depatermen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Harborne, J.B. 1987. Metode
Fitokimia. Bandung:
ITB.
Kristianti, A. N, N. S. Aminah, M.
Tanjung, danB. Kurniadi. 2008. Buku Ajar Fitokimia.Surabaya:
Jurusan Kimia LaboratoriumKimia Organik FMIPA UniversitasAirlangga.
Lide, David. 2001. Handbook
of Chemistry And Physic. Copyright CRC Press LLC.
Robinson, T. 1995.Kandungan
Organik Tumbuhan Tinggi Edisi IV.
Bandung: ITB Press.
Rohman,. A,. 2009. Kromatografi
untuk Analisis Obat. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Rudi,L. 2010. Penuntun
Dasar-Dasar Pemisahan Analitik. Universitas Haluoleo. Kendari.
Speight, James. G. 2006. The Chemistry and
Technology of Petroleum. Taylor & Francis Group, LLC.
Yazid,. E,.2005. Kimia Fisika untuk Paramedis.Andi.Yogyakarta.
Langganan:
Postingan
(
Atom
)