Minggu, 06 Mei 2018
PEMBUATAN SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA
LAPORAN
PRAKTIKUM FITOKIMIA
PERCOBAAN
KE I (SATU)
PEMBUATAN
SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA
Nama
:
Nurani Puji Pangestuti
NIM : 1606067040
Kelompok :
A6
Hari,
Tanggal Praktikum : Senin, 23 April
2018
Dosen
Pembimbing : Dian Ratna Rianti, M.Sc., Apt
LABOTATORIUM
FITOKIMIA
AKADEMI
FARMASI INDONESIA YOGYAKARTA
2018
PERCOBAAN 1
PEMBUATAN SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA
A. TUJUAN
Mahasiswa dapat
melakukan pembuatan simplisia serta prosedur pernapisan fitokimia untuk mengidentifikasi
kandungan zat aktif simplisia.
B. DASAR
TEORI
Simplisia adalah bahan
alamiah yang dipergunakan sebagai obat tradisional yang belum mengalami
pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain merupakan bahan yang
dikeringkan.
Terdapat 3 jenis simplisia
yaitu:
a.
Simplisia nabati adalah simplisia yang
dapat berupa tanamn utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman atau
gabungan antara ketiganya.
b.
Simplisia hewani adalah simplisia berupa
hewan utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum
berupa bahan kimia murni.
c.
Simplisia pelikan atau mineral adalah
simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah
dengan cara sederhana dan belum berupa
bahan kimia murni.
Proses pembuatan simplisia
1.
Pengumpulan bahan baku
Tahapan pengumpulan bahan baku sangat
menentukan kualitas bahan baku. Faktor yang paling berperan dalam tahapan ini
adalah masa panen. Panen daun atau herba dilakukan pada sat proses fotosintesis
berlangsung maksimal, yaitu ditandai dengan saat-saat tanaman mulai berbunga
atau buah mulai masak.
2.
Sortasi basah
Sortasi basah adalah pemilahan hasil
panen ketika tabanab masih segar. Sortasi dilakukan terhadap tanah dan kerikil,
rumput-rumputan, bahan tanaman lain atau
bagian lain dari tanaman yang tidak digunakan dan bagian tanaman lain
yang rusak (dimakan ulat dan sebagainya).
3.
Pencucian
Pencucian simplisia dilakukan untuk
membersihkan kotoran yang melekat, terutama bahan-bahan yang berasal dari dalam
tanah dan juga bahan-bahan yang tercemar pestisida.
4.
Pengubahan bentuk
Pada dasarnya tujuan pengubahan bentuk
simplisia adalah untuk memperluas
permukaan bahan baku. Semakin luas permukaan maka semakin cepat kering.
Proses pengubahan bentuk untuk rimpang, daun dan herba
adalah dengan perajangan.
5.
Pengeringan
Proses pengeringan simplisia terutama
bertujuan untuk menurunkan kadar air sehingga bahan tersebut tidak mudah
ditumbuhi kapang dan bakteri serta memudahkan dalam hal pengolahan proses
selanjutnya (ringkas, mudah disimpan, tahan lama dan sebagainya). Pengeringan
dapat dilakukan lewat sinar matahari langsung maupun tidak langsung juga dapat
dilakukan dalam oven dengan suhu maksimum 60° C.
6.
Sortasi kering
Sortasi kering adalah pemilahan bahan
setelah mengalami proses pengeringan. Pemilihan dilakukan terhadap bahan-bahan
yang terlalu gosong, bahan yang rusak akibat terlindas roda kendaraan (misalnya
dikeringkan di tepi jalan raya) atau dibersihkan dari kotoran hewan.
7.
Pengepakan dan penyimpanan
Setelah tahap pengeringan da sortasi
kering selesai dilakukan maka simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah
tersendiri agar tidak saling bercampur antara simplisia satu dengan yang
lainnya (Anonim, 2000).
Salah satu pendekatan untuk penelitian
tumbuhan obat adalah penapis senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman. Cara
ini digunakan untuk mendeteksi senyawa tumbuhan berdasarkan golongannya.
Sebagai informasi awal dalam mengetahui senyawa kimia apa yang mempunyai
aktivitas biologi dari suatu tanaman. Informasi yang diperoleh dari pendekatan
ini juga dapat digunakan untuk keperluan sumber bahan yang mempunyai nilai
ekonomi lain seperti sumber tannin, minyak untuk industri, seperti gum, dan
lain-lain. Metode yang telah dikembangkan dapat mendeteksi adanya golongan
senyawa alkaloid, flavinoid, senyawa fenolat, tannin, saponin, kumarin, quinon,
steroid/terpenoid (Teyler V.E,1988).
Alkaloid
Alkaloid adalah sebuah golongan
senyawa basa bernitrogen membentuk cincin heterosiklik atau aromatis. Alkaloid
berbentuk padatan kristal amorf atau cairan. Alkaloid berasal dari tumbuhan
seperti biji, daun, ranting dan kulit batang. Alkaloid umumnya ditemukan dalam
kadar yang kecil dan harus dipisahkan dari campuran senyawa yang rumit yang
berasal dari jaringan tumbuhan. Klasifikasi alkaloid dapat dilakukan
berdasarkan kesamaan sumber asal molekulnya (precursor) didalam sari dengan
metabolisme pathway (metabolic pathway) yang digunakan untuk membentuk molekul
tersebut.
1. Berdasarkan
jenis cincin heterosiklik nitrogen yang merupakan bagian dari molekul struktur.
a. Golongan
Piridina
b. Golongan
Pyrolidine
c. Golongan
Isokuinolina
d. Golongan
Kuinolina
e. Golongan
Indola
2. Berdasarkan
jenis tumbuhan darimana alkaloid ditemukan
3. Berdasarkan
asal usul biogenik:
a. Alkaloid
alisiklik
b. Alkaloid
aromatik jenis fenilalanin
c. Alkaloid
aromatik jenis indol
Flavonoid
Flavonoid merupakan golongan fenol
terbesar senyawa yang terdiri dari C6-C3-C6 dan sering ditemukan berbagai macam
tumbuhan dalam bentuk glikosida atau gugusan gula bersenyawa pada satu atau
grup hidroksil fenolik (Sirait, 2007; Bhat et al, 2009). Flavonoid merupakam
golongan metabolik sekunder yang disentesis dari asam piruvat melelalui
metabolisme asam amino (Bhat et al, 2009). Flafonoid adalah senyawa fenol,
sehingga warnannya berubah ditambah basa tau amonia. Terdapat sekitar 10 jenis
flavonoid yaitu antosianin, proantosianin, flavonolflavon, glikoflavon,
khalkon, auron, flavanon, dan soflavon (Harbone, 1987).
Saponin
Saponin merupakan senyawa aktif
permukaan yang kuat dan menimbulkan busa bila dikocok dengan air, beberapa
saponin bekerja sebagai antimikroba. Saponin merupakan senyawa dalam bentuk
glikosida tersebar pada tumbuhan tingkat tinggi. Saponin membentuk larutan
koloidal dalam air dan membentuk busa yang mantab jika dikocok dan tidak hilang
dengan penambahan asam (Harbone, 1996).
Glikosida
Glikosida
adalah senyawa yang menghasilkan satu atau lebih gula (glikon) diantara produk
hidrolisisnya dan sisanya berupa senyawa bukan gula (aglikon). Bila gula yang
terbentuk adalah glukosa maka golongan senyawa itu disebut glukosida, sedangkan
bila terbentuk gula lainnya disebut glikosida. Ditemukan pada tumbuhan.
Glikosida dibentuk oleh eliminasi air antara hidroksil anomerik dari monosakarida
siklik dan gugus hidroksil dari senyawa lain.
Terpenoid
/ steroid
Terpenoid adalah senyawa yang mengandung
karbon dari hidrogen atau karbon, hidrogen dan oksigen yang bersifat aromatis
sebagian terpenoid mengandung atom karbon yang jumlahnya merupakan kelipatan
lima. Terpenoid memiliki kerangka karbon yang terdiri dari dua atom atau lebih
unit C5 disebut isopren. Terdapat kepala yaitu ujung terdekat
kecabang metil dan ekor merupaka ujung yang lain.
CH2
= C = CH2
Kaidah
isopren merupakan ciri khas dari sebagian terpenoid sehingga digunakan sebagai
dasar penetapan struktur terpenoid (Achmad, 1987). Terpenoid umumnya larut
dalam lemak dan dalam sitoplasma sel tumbuhan. Kebanyakan terpenoid dalam
mempunyai struktur siklik dan satu gugus fungsi atau lebih (Harbone, 1987).
Steroid adalah kelompok senyawa bahan
alam kebanyakan strukturnya terdiri atas 17 atom karbon dengan membentuk
struktur dasar 1,2 – siklopentenoperhidrofenantren. Steroid memiliki kerangka
dasar triterpena asiklik. Ciri umum steroid adalah memiliki empat cincin yang
bergabung. Cincin A, B, dan C beranggotakan enam atom dan cincin D
beranggotakan lima atom karbon. Steroid adalah senyawa organik lemak sterol
tidak terhidrolisis yang didapatkan dari hasil reaksi penurunan dari terpena
atau skualena. Senyawa yang termasuk turunan steroid misalnya kolesterol,
ergosterol, progesteron dan esterogen.
Tanin
Tanin merupakan golongan senyawa
aktif tumbuhna bersifat kenol, mempunyai rasa sepat dan mempunyai kemampuan
menyamak kulit. Tanin secara kimia terdiri dari dua golongan yaitu golongan
tanin terkondensasi atau tanin katekin dan tanin terhidrolisis (Robinson,
1995).
Kuinon
Kuinon adalah senyawa berwarna dan
mempunyai kromofor dasar teori kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua
gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon. Warna
pigmen kuinon di alam beragam, mulai dari kuning pucat sampai ke hampir hitam,
dan struktur yang telah dikenal jumlahnya lenih dari 450. Untuk tujuan
identifikasi dapat dibagi menjadi empat kelompok; benzokuinon, naftokuinon,
antrakuinon, dan kuinon terpenoid.
Kumarin
Kumarin adalah senyawa metabolit
sekunder berupa minyak atsiri terbentuk terutama dari turunan glukosa nonatsiri
saat penuaan atau perlukaan.
Minyak
Atsiri
Minyak atsiri/minyak essensial/minyak
terbang serta minyak aromatik berwujud cairan kental pada suhu ruang namun
mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri termasuk dalam
golongan senyawa organik terpena dan terpenoid yang bersifat larut dalam minyak
(lipofil).
Monografi
Simplisia
Nama
simplisia : Temu kunci
Tanaman
asal : Boesenbergia pandurata
Keluarga
: Zingiberaceae
Temu kunci merupakan tanaman semak
yang berumur tahunan saat tanaman setinggi sekitar 30-100cm. Batangnya tersusun
atas gabungan pelepah-pelepah daun. Warna batangnya hijau agak merah. Daun
terdiri hanya sekitar 4 – 5 helai, berbentuk bulat meruncing. Rimpang tumbuh
dibawah permukaan tanah secara mendatar dan beruas, sedikit keras, bersisik
tipis dan berbau harum. Rimpang mengandung saponin, flavonoida dan minyak
atsiri juga berkhasiat sebgai pelancar ASI dan penyegar tubuh bagi ibu
melahirkan. Daunnya berkhasiat sebagai obat sariawan (Depkes RI, 2001).
C. ALAT
DAN BAHAN
Alat
:
1. Tabung
reaksi
2. Beaker
glass
3. Pipet
Tetes
4. Spatula
5. Pengaduk
6. Pemanas
7. Corong
8. Penjepit
Bahan
:
1. Serbuk
temu kunci
2. Aquades
3. Timbal
(II) Asetat
4. Kloroform
5. Isopropanol
6. Natrium
Sulfat Anhidrat
7. Molish
8. Asam
Sulfat Pekat
9. HCL
2N
10. Pereaksi
Mayer
11. Pereaksi
Bouchardat
12. Pereaksi
Dandegrof
13. Serbuk
Mg
14. Amil
Alkohol
15. Etanol
96%
16. Asam
Sulfat 2N
17. Asam
Asetat Anhidrat
18. Besi
III Klorida
19. Pereaksi
Stiasny
20. Natrium
Asetat
21. NaOH
1N
22. Ammonia
23. Petroleum
Eter
24. Kertas
saring
D. CARA
KERJA
*Cara kerja berdasarkan percobaan atau
praktikum yang dilakukan.
E.
HASIL
Nama
Tanaman / Simplisia : Temu Kunci ( Boesenbergia pandurata )
Hasil
pengamatan skrining fitokimia :
F.
PEMBAHASAN
Pada
praktikum kali ini membahas mengenai skining fitokimia terhadap simplisia
dengan menggunakan uji tabung. Tujuan skrining fitokimia pada simplisia untuk
mengetahui senyawa golongan apa saja yang terdapat dalam simplisia yang akan di
uji. Uji skrining fitokimia dilakukan terhadap Temu Kunci. Pada praktikum kali ini
dilakukan lima uji identifikasi terhadap alkaloid dengan pereaksi meyer dan
pereaksi dandegrof, flavonoid, saponin, tanin, dan kuinon.
Pada praktikum digunakan serbuk dari temu kunci, analisis
secara kualitatif berdasarkan tabel hasil uji skrining fitokimia yang telah
dilakukan yaitu pada uji alkaloid terhadap filtrat yang telah dibuat sebelumnya
tersebut terdapat satu hasil negatif. Filtrat ditetesi pereaksi meyer sampel
berubah menjadi endapan berwarna putih, namun setelah ditetesi dengan pereaksi
dandegrof tidak menjadi endapan maupun larutan merah atau jingga namun sampel
berubah menjadi endapan berwarna biru. Tujuan penambahan HCL pada uji alkaloid
bersifat basa sehingga di ekstrak dengan pelarut yang mengandung asam (Harbone,
1996). Pada percobaan ini kemungkinan kompleks kalium alkaloid yang terbentuk
yang terbentuk tidak sampai batas jenuh sehingga pada uji dandegrof tidak mampu
membentuk endapan. Pada uji positif alkaloid dengan uji pereaksi meyer,
diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan ion K+ dari
kalium tetraiodomerkurat (II) membentuk kompleks kalium alkaloid yang
mengendap.
Pada hasil uji skrining terhadap flavonoid menunjukan
bahwa Temu kunci tidak memiliki senyawa flavonoid. Dalam percobaan ini tidak
sesuai dengan teori bahwa sampel terdapat senyawa flavonoid
seharusnyaditunjukan dengan adanya warna jingga dikarenakan terbentuknya garam
flavilium (Achmad, 1986). Pada percobaan tersebut pembuatan filtrat digunakan
serbuk Temu Kunci ditambahkan dengan air panas kemudian dididihkan, kedalam
filtrat ditambahkan serbuk Magnesium dan Asam Klorida pekat dikocok dan filtrat
tidak membentuk warna merah kuning maupun jingga.
Pada uji skrining saponin pada sampel dinyatakan positif
mengandung saponin dengan munculnya buih/busa setelah pengocokan setinggi 2 cm
dan dapat bertahan tidak kurang dari 10 menit serta tidak hilang dengan
penambahan HCL 2N. Menurut Robinson (1995) senyawa yang meiliki gugus polar dan
non polar bersifat aktif permukaan sehingga saat saponin dikocok dengan air
dapat membentuk misel. Pada struktur misel, gugus polar menghadap keluar
sedangkan gugus non polarnya menghadap kedalam, keadaan inilah yang tampak
seperti busa. Hal ini telah sesuai dengan teori bahwa Temu Kunci mengandung
saponin.
Pada uji krining identifikasi tanin dengan pembuatan
filtrat serbuk simplisia disari dengan aquadest, dididihkan selama 15 menit,
didinginkan kemudian disaring setelah
itu filtrat di identifikasi dengan pereaksi besi (III) klorida. Hasil yang
diperoleh negatif mengandung tanin, hasil ini tidak sesuai dengan teori, bahwa
temu kunci mengandung tanin dengan penambahan FeCl3 dalam air akan
menimbulkan warna biru tua atau hijau kehitaman yang kuat. Terbentuknya warna
tersebut pada filtrat adalah setelah ditambahkan FeCl3 karena tanin
akan bereaksi dengan ion Fe+ membentuk senyawa kompleks (Harbone,
J.B, 1987).
Uji yang terakhir yaitu identifikasi kuinon dengan larutan percobaan yang diperoleh dari
identifikasi terhadap ekstrak yang kemudian ditambahkan NaOH. Penambahan NaOH
berfungsi untuk mendeprotonasi gugus fenol pada kuinon sehingga terbentuk ion
enolat. Ion enolat tersebut akan mampu mengadakan resonansi antar elektron pada
ikatan rangkap π, karena terjadinya resonansi ion enolat dapat menyerap cahaya
tertentu dan memantulkan warna. Uji positif yaitu memberikan warna merah, namun
dalam praktikum terbentuknya larutan keruh menunjukan bahwa pada praktikum
menghasilkan uji yang positif.
Berdasarkan hasil uji terhadap filtrat temu kunci dalam
praktikum hanya positif mengandung alkaloid dengan pereaksi meyer dan positif
mengandung saponin. Hal ini terdapat kurang sesuainya dengan penelitian Kardono
et al (2003) yang menyatakan bahwa senyawa aktif pada temu kunci merupakan
senyawa poliefenol seperti flavonoid dan tanin. Hasil negatif analisis skrining
fitokimia menunjukan pada praktikum dapat disebabkan karena kandungan fitokimia
yang terdapat dalam filtrat sangat kecil sehingga tidak terdeteksi, terdapatnya
zat pengotor dalam serbuk, perbedaan pelarut, ataupun zat yang digunakan telah
rusak juga praktikan yang kurang teliti terhadap perlakuan tindakan skrining
fitokimia yaitu seperti pemanasan yang terlalu lama saat pembuatan filtrat.
G. KESIMPULAN
a. Mahasiswa
dapat melakukan pembuatan simplisia
serta prosedur penapisan fitokimia untuk mengetahui kandungan zat aktif
simplisia.
b. Penentuan
kandungan senyawa dilakukan dengan uji skrining fitokimia pada simplisia Temu
Kunci terhadap alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan kuinon, hasil praktikum
menunjukan hanya positif mengandung senyawa alkaloid dengan pereaksi meyer dan
saponin. Hasil kurang sesuai dengan literatur ataupun teori yang ada.
DAFTAR
PUSTAKA
Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan.
Bandung: ITB.
Chairul., Shinta., Harapini, M. 1996. Analisis Komponen Temu Putri ( Kaempferia
rotunda L ) dan temu Kunci ( Kaemferia panduratadan Roxb ) Proseding Simpossium
Penelitian Bahan Alami VII. PERHIBA BALITRO. Bogor.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik
Tumbuhan Tingkat Tinggi. Bandung: ITB.
Achmad, S.A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta: Karnunika.
Anonim. 1989. Materia Medika Indonesia Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Anonim. 2008. Farmakope Herbal Indonesia
Edisi I. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar