Minggu, 06 Mei 2018
ISOLASI FLAVONOID DARI TEMU KUNCI
LAPORAN
PRAKTIKUM FITOKIMIA
PERCOBAAN
KE III (TIGA)
ISOLASI
FLAVONOID DARI TEMU KUNCI (Boesenbergia
pandurata)
Nama
:
Nurani Puji Pangestuti
NIM : 1606067040
Kelompok :
A6
Hari,
Tanggal Praktikum : Senin, 23 April
2018
Dosen
Pembimbing : Dian Ratna Rianti, M.Sc., Apt
LABOTATORIUM
FITOKIMIA
AKADEMI
FARMASI INDONESIA YOGYAKARTA
2018
PERCOBAAN
ISOLASI
FLAVONOID DARI TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata)
A. TUJUAN
Mahasiswa
mengetahui langkah-langkah isolasi, mampu melakukan isolasi pinostrobin dari
temu kunci dan mengidentifikasi isolat yang diperoleh.
B. DASAR
TEORI
Maserasi
Secara harfiah berarti merendam.metode ini merupakan
metode yang paling sederhana. Tidak ada batas pelarut dalam metode ini. Catatan
jika menggunakan metote ini, simplisia dibasahkan terlebih dahulu, jika
dikhawatrikan akan ada simplisia yang tidak teraliri pelarut. Proses maserasi
sendiri dilakukan secara berulang dengan memisahkan cairan perendam dengan cara
penyaringan, dekantir atau di peras, selanjutnya ditambahkan lagi penyari segar
kedalam apas hingga warna rendeman sama dengan warna pelarut.
Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah senyawa yang
mengandung C5 terdiri dari atas dua inti telonat yang dihubungkan dengan tida
satuan carbon. Cincin A memiliki karakteristik bentuk hidroksilasi
floroglusinol, dan cincin B biasanya 4-, 3,4- atau 3,5,4- terhidroksilasi (Sastrohamidjojo, H., 2001).
Struktur
dasar flavonoid C6-C3-C6 :
Kromatografi
Kromatografi adalah suatu nama yang
diberikan untuk teknok pemisahan tertentu. Pada dasarnya semua cara
kromatografi menggunakan ua fase yaitu fase tetap (stationary) dan fase gerak
(mobile), pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fase tersebut. Cara-cara
kromatografi dapat digolongkan sesuai dengn sifat-sifat dari fasa tetap, yang
dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa tetap berupa zat padat maka
cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan, jika zat cair dikenal
sebagai kromatografi partisi. Karena fasa bergerak dapat berupa zat cair atau
gas maka semua ada empat macam sistem kromatografi yaitu kromatografi serapan
yang terdiri dari kromatogarafi lapis tipis dan kromatografi penukar ion,
kromatografi padat, kromatografi partisi dan kromatografi gas-cair serta
kromatografi kolom kapiler (Hostettmann, K., dkk., 1995).
Temu Kunci
1. klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiosperma
Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberacea
Marga : Boesenbergia
Jenis : Boesenbergia pandurata (Roxb.)
Schkecht.
2. Monografi
dan penyebaran
Temu kunci merupakan
tanaman semak yang berumur tahunan. Saat tanaman tidak terlalu tinggi karena
hanya sekitar 30-1—cm. Batangnya tersusun atas gabungan pelepah-pelepah daun.
Warna batangnya hijau agak merah
Daunya tidak terlalu banyak, yakni hanya sekitar4-5 helai,
bentuk bulat meruncing ke ujung dan pangakal, warnanya hijau dan tangkai
daunnya beralur, lebar 4,5-10 cm, panjang 23-38 cm. Tulang daunnya besar,
berlapis tipis tembus cahaya. Permukaan daun sebelah atas dan bawah bila diraba
terasa licin tidak berbulu, meskipun ada juga bagian daun yang berbulu halus
(Muhlisa, 1999).
Rimpang tumbuh dibawah permukaan tanah secara mendatar dan
beruas, sedikit keras, bersisik tipis dan berbau harum. Anakan rimpang
bergerombol kecil disebelah rimpang induk, serupa rangkaian anak kunci. Jika
dibelah, bagian luar rimpang warna hijau kekuningan sementara daging rimpang
sebelah berwarna kuning muda. Daging rimpang menyebarkan aroma temu kunci
(Muhlisa, 1997).
3. Khasiat
dan Kandungan Kimia
Rimpang temu kunci mengandung
saponin, flavonoid dan minyak astiri. Rimpang temu kuncu ini berkhasiat untuk
memperbanyak air susu ibu dan penyegar tubuh bagi ibu setelah melahirkan.
Daunnya berkhasiat sebagai obat sariawan (Depkes RI, 2001).
C. ALAT
DAN BAHAN
ALAT
1. Seperangkat
alat maserai
2. Seperangkat
alat KLT
3. Beaker
glass
4. Stirer
5. Rotavapour
6. Cawan
porselin
BAHAN
1. Simplisia
temu kunci (Boesenbergia pandurata)
2. Etanol
3. Etil
asetat
4. Heksan
5. Standar
pinostrobin
D. CARA
KERJA
1. EKSTRAKSI
Sebanyak
100 gram rimpang temu kunci yang telah dihalusjan dimasukan kedalam beaker
glass 500 ml, kemudian tambahkan 200 ml etanol. Campuran tersebut kemudian
selanjutnya diaduk selama 1 jam menggunakan stirer. Campuran tersebut kemudian
disaring. Hasil saringan dikumpulkan dan diuapkan dengan penguap putar
(rotavapour) hingga volume kurang lebih 10 ml. Hasil rotavapor dikumpulkan dan
dipindahkan ke cawan porselin.
2. ISOLASI
DENGAN KLT PREPARATIF
Ekstrak
yang sudah kental ditotolkan pada plat silica GF 254 sepanjang 5x10 cm sebanyak
10 kali. Pengembang yang digunakan adalah etil asetat : heksan (4:1).
Dideteksi dengan menggunakan lampu UV
366 nm, bercak dengan pita ditandai. Becak yang ditandai dekerok dan dilarutka
dalam etanol kemudian etanol diuapkan.
3. IDENTIFIKASI
Ambil
sedikit padatan dengan ujung spatel kecil, larutkan dalam etanol. Larutan siap
dianalisis secara kualitatif dengan kromatografi lapis tipis dengan kondisi
sebagai berikut:
a. Fase
diam : Silika gel GF 254
b. Fase
gerak : Etil asetat : Heksan
(1:4)
c. Cuplikan : Lautan sampel dan pembanding
pinostobin dalam etanol
d. Deteksi
: UV 254
Catat harga Rf dan
bandingkan dengan harga Rf standar pinostrobin
E. HASIL
Nama
simplisia : Temu Kunci (
boesenbergia pandurata )
Metode
Ekstraksi : Maserasi
Jumlah
perlarut : 200 ml
Randemen
Ekstrak :
Bobot hasil ekstraksi : 2,356 gram
Randemen : 2,356 gram x 100 % = 47,12 %
5
gram
Pemerian
Ekstrak :
Aroma
: Bau khas aromatik
Warna : Kuning muda sedikit kecoklatan
Bentuk/tekstur:
Cair
Hasil
pengamatan dengan kromatografi : Sinar UV 366nm
Proses sebelum terbentuknya
ekstrak simplisia :
F. PEMBAHASAN
Sampel yang digunakan dalam percobaan adalah temu
kunci. Tujuan pratikum kali ini adalah untuk mengetahui langkah-langkah
isolasi, yaitu mampu melakukan isolasi pinastrobin dari temu kunci dan
mengidentifikasi isolasi yang diperoleh. Isolasi dilakukan dengan metode
maserasi dengan menggunakan pelarut yang sesuai yaitu dalam pratikum digunakan
etanol. Metode maserasi ini bertujuan agar zat aktif akan terdesak keluar dari
sel, dilakukan pengadukan agar serbuk dan pelarutnya bisa bersentuhan semuanya,
sehingga flavonoid yang terdapat dalam serbuk tersebut dapat tersari sempurna.
Pengadukan dilakukan selama 1 jam menggunakan stirer. Hasil maserasi/campuran
tersebut disaring menggunakan kertas
saring filtrat yang diperloleh kemudian dipekatkan atau diuapkan dengan penguap
putar (rotary evaporator) hingga pelarutnya hampir habis dan diperoleh ekstrak,
tujuan diuapkan agar pelarut benar-benar hilang dan memperoleh ekstrak kental.
Penguapan dengan rotavapor dilakukan karena tekanan yang diperoleh dari rotavapor menyebabkan etanol dapat
menguap dibawah titik didihnya sehingga suhu yang digunakan tidak terlalu
tinggi dan tidak merusak ekstrak yang diperoleh . digunakan pelarut etanol
karena dapat menembus semua jaringan simpisia/tanaman untuk menarik senyawa aktif keluar dari jaringan
sel baha. Etanol tidak menyebabkan pembengkakan pada membran sel dan memperbaii
stabilitas bahan obat terlarut, sifatnya yang mampu mengendapkan albumin dan
menhambat kerja enzim Etanol dapat melarutkan hampir semua bahan organik senyawa polar maupun senyawa semi polar, sehingga
senyawa-senyawa kimia aktif seperti flauonold, alkaloid, tanin dan saponin
dapat terlalut dalam pelarut. Selanjutnya isolasi dengan Kromatografi lapis
tipis pereparatatif dengan pengembangan yang dapat memisahkan komponen, proses
yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap dan daya pertisi serta kelarutan
komponen-komponen senyawa kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen
oleh karena daya serap adserben terhadap komponen kimia tidak sama, maka
komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal ini yang
menyebabkan pemisahan. (Munson, 2010)
Kromatrografi adalah teknik pemisahan campuran
berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu,
komponen-komponen akan dipisahkan antara dua fase yaitu fase diam dan fase
gerak. Adsorbsi dan partisi berdasarkan pada jumlah dan cara pentotolan
cuplikan yang berkesinambungan yang memberikan hasil erusi berupa pita.
Pemisahan suatu senyawa dari senyawa lain dalam ekstrak, dimana senyawa-senyawa
itu akan terpartisi sesuai tingkat kepolarannya, dimana fase alam digunakan
siliga gel GF 254, silica gel dapat memadat dalam bentuk tetrahendral raksasa,
sehingga ikatannya kuat dan rapat serta mampu menhasilkan proses pemisahan yang
lebih optimal. Silica fel GF 254 dengan
G melambangkan Gypsum (casou), F melambangkan Floroscene dan angka 254
menunjukan besarnya panjang gelombang uaitu 354 nm. Silica gel dapat membentuk
ikatan hidrogen dipermukaannya, karena pada permukaannya terikat gugus hidroksil atau sifatnya sangat polar.
Sementara itu, fase gerak yang digunakan (Etil asetat : Heksan + 1:4) sifatnya
non polar makan pada saat campuran dimasukan, senyawa-senyawa yang semakin
polar akan semakin tertahan di fase stasioner, dan senyawa yang tidak/kurang polar akan terbawa keluar kolom lebih cepat.
Sebelum dilakukan pentotolan terhadap ekstrak dan cuplikan terlebih daulu
dilakukan pengembangan yaitu dengan pita kertas saring dimasukan dalam suatu
chamber/bejana yang telah berisi eluen. Tujuan atau fungsi pengembanganyaitu
untuk mengetahui bejana/chamber telah penuh dengan partisi antara fase gerak
dan fase alam. Setelah dilakukan pengembangan cuplikan yang akan dipisahkan
ditotolkan berupa garis untuk sampel/ekstrak pada salah satu sisi pelat lapisan
besar serta ditotolkan cuplikan pinostrobin pada silica gel GF254 dimasukan
dalam bejana sedikit tegak lurus dalam bejana/chamber diamana sebelumnya pada
silica gel telah diberikan garis batas penembangan 1 cm dibawah dan 1 cm dari
atas silica. Kemudian bejana segera
ditutup dan mulai dikembangkan, pengembangan hanya sampai garis batas atas
tidak boleh melebihi garus batas. Setelah pengembangan telah selesai pelat
silica gel diambil dari adalam bejana kemudian dideteksi dengan menggunakan
lampu UV 366 nm, bercak dengan pita ditandai, terdapat banyak bercak dalam
pita/silica gel dikerok pada bagian bercak yang memiliki tinggi hampir sama
dengan cuplikan pinostrobin bercak yang ditandai dikerok dan dilarutkan dalam
etanol kemudian etanol diuapkan beberapa waktu. Spot bercak senyawa tersebut
terbentuk becak dengan warna kuning dibawah lampu UV. Spot noda dengan letak
yang berbeda menandakan terdapat senyawa lain dalam cuplikan tersebut (sebelum
diuapkan telah disaring dahulu).
Setelah
mendapatkan hasil dari isolasi secara KLT preparatif kemudian senyawa yang
telah didapatkan dilakukan analisis secara kualitatif dengan KLT identifikasi
bertujuan untuk senyawa yang telah dipisahkan adalah merupakan senyawa murni
atau membuktikan adanya suatu kompnen yang ditiru dalam sampel dilakukan
petotolan terhadap hasil isolasi dengan KLT preparatif terhadap silica gel
dengan satu titik pentotolan secara berulang dengan pembanding pinostrobin juga
ditotolkan segaris dengan senyawa tersebut pada satu titik. Kemudian dikembangkan
tidak melebihi tanda batas yang telah dibuat
yaitu jarak 1 cm dari bawah dan 1 cm dari atas silica gel. Namun tidak
menghasilkan noda yang jelas pada silica gel yaiatu timbul bercak dan garis
(bukan noda, spot 1 titik) vertikal diesebabkan karena kesalahan dalam
meletakan dalam bejana/chumber seharusnya sedikit tegak lurus, fase alam tidak
terjadinya pengembangan lagi cairan eluen menggenang dalam silica dan tidak
dapat terelusi keatas, telah menguapnya keluar bejana antar partisi yang
menyebabkan tidak naiknya dalam pengembangan dalam chumber/bejana. Kemungkinan
terjadi banyaknya senyawa yang tertinggal dalam kertas saring saat setelah
isolasi KLT preparatif yang menyebabkan zat senyawa yang dihasilkan
tidak/kurang tegas (bercak yang timbul dilihat dengan lampu UV 366 nm).
Sehingga tidak dapat menentukan nilai Rf solut dengan Rf senyawa baku. Hasil
ekstraksi sebelum isolasi dengan KLT Preparatif dihasilkan randemen sebesar
47,12%.
G. KESIMPULAN
a. Mahasiswa
mengetahui langkah-langkah isolasi, mampu melakukan isolasi pinostrobin dari
temu kunci dan mengidentifikasi isolat yang diperoleh.
b. Serbuk
Temu Kunci di ekstraksi dengan metode maserasi serta dihasilkan ekstrak cair
berwarna kuning muda.
c. Proses Kromatogrfi Lapis Tipis (KLT) menghasilkan noda
flavonoid dari 10 fraksi yang ditotolkan pada isolasi KLT preparatif, dengan
menggunakan Fase diam silica gel GF 254 dan Fase gerak Etil asetat serta
menggunakan cuplikan larutan sampel dan pembanding pinostrobin, serta tidak didapatkan
hasil dari identifikasi senyawa flavonoid sehingga harga Rf tidak dapat
ditentukan.
DAFTAR
PUSTAKA
Dirjen POM Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia, Edisi III.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI.1986. Sediaan
Galenik. Depatermen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Harborne, J.B. 1987. Metode
Fitokimia. Bandung:
ITB.
Kristianti, A. N, N. S. Aminah, M.
Tanjung, danB. Kurniadi. 2008. Buku Ajar Fitokimia.Surabaya:
Jurusan Kimia LaboratoriumKimia Organik FMIPA UniversitasAirlangga.
Lide, David. 2001. Handbook
of Chemistry And Physic. Copyright CRC Press LLC.
Robinson, T. 1995.Kandungan
Organik Tumbuhan Tinggi Edisi IV.
Bandung: ITB Press.
Rohman,. A,. 2009. Kromatografi
untuk Analisis Obat. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Rudi,L. 2010. Penuntun
Dasar-Dasar Pemisahan Analitik. Universitas Haluoleo. Kendari.
Speight, James. G. 2006. The Chemistry and
Technology of Petroleum. Taylor & Francis Group, LLC.
Yazid,. E,.2005. Kimia Fisika untuk Paramedis.Andi.Yogyakarta.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar