Home » Archives for Juli 2018
Minggu, 22 Juli 2018
FRAKSINASI SECARA EKSTRAKSI CAIR-CAIR
LAPORAN
PRAKTIKUM FITOKIMIA
PERCOBAAN KE 6
(ENAM)
FRAKSINASI
SECARA EKSTRAKSI CAIR-CAIR
Nama
:
Nurani Puji Pangestuti
NIM : 1606067040
Kelompok :
A6
Hari,
Tanggal Praktikum : Senin, 16 Juli 2018
Dosen
Pembimbing : Dian Ratna Rianti, M.Sc., Apt
LABORATORIUM
FITOKIMIA
AKADEMI
FARMASI INDONESIA YOGYAKARTA
2018
PERCOBAAN 6
FRAKSINASI
SECARA EKSTRAKSI CAIR-CAIR
A. TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan fraksinasi ekstrak
tumbuhan dengan ekstrak cair-cair
B. DASAR TEORI
Fraksinasi
Fraksinasi adalah proses
pemisahan suatu kuantitas tertentu dari campuran (padat, cair, terlarut,
suspensi, atau esotop) dibagi dalam beberapa jumlah kecil (fraksi) komposisi
perubahan menurut kelandaian. Pembagian atau pemisahan ini didasarkan pada boot
dari tiap fraksi, fraksi yang lebih berat akan berada paling dasar sedang
fraksi yang lebih ringan akan berada diatas fraksinasi bertingkat biasanya
menggunakan pelarut organik seperti eter, aseton, benzena, etanol,
diklorometana, atau campuran pelarut tersebut. Asam lemak, asam resin, lilin,
tanin, dan zat warna adalah bahan yang penting dan dapat diektraksi dengna
pelarut organik (Adijuwana dan Nur, 1989).
Fraksinasi bertingkat umumnya
diawali dengan menggunakan pelarut yang kurang polar dan dilanjutkan dengan
pelarut yang lebih polar. Tingkat polaritas pelarut dapat ditentukan dari nilai
konstanta dielektik pelarut.
Empat tahapan fraksinasi bertingkat dengan
menggunakan empat macam pelarut yaitu:
1. Ekstraksi aseton
2. Fraksinasi
n-heksan
3. Fraksinasi etil
eter
4. Fraksinasi etil
asetat (Lestari dan Pari, 1990)
Metode fraksinasi / pemisahan umunya:
1. Ekstraksi
Cair-cair
Ekstraksi cair-cair adalah metode
pemisahan dengan menggunakan dua cairan pelarut yang tidak saling bercampur,
sehingga senyawa tertentu terpisahkan menurut keseuaian sifat dengan cairan
(prinsip solve dissolvelike).
2. Ekstraksi padat
cair adalah proses pemisahan untuk memperoleh komponen zat terlarut dan
campurannya dalam padatan dengan menggunakan pelarut yang sesuai.
TEMU KUNCI
Klasifikasi
Divisi :
Spermatophyta
Sub divisi :
Angiesperma
Kelas :
Monocolyleadoane
Bangsa :
Zingiberales
Suku :
Zingiberacoes
Marga :
Boesenbergia
Jenis :
Boesenbergia pandurata (Roxb) (Anonim,
2001)
Rimpang temu kunci mengandung minyak atsiri yaitu
metilsinamat, kamper, sineol, dan ferpera. Disamping minyat atsiri, temu kunci
mengandung saponim dan flavonoid (Chairul etal, 1996). Senyawa-senyawa yang
mempunyai prospek cukup biasanya berasal dari golongan flavonoid, karkumin,
limonoid, vitamin C, vitamin E (totoferol) dan kafekin yang bisa digunakan
sebagai obat kanker. Senyawa-senyawa tersebut bermanfaat pula sebagai
antioksidan (Alai etal, 1996).
C. ALAT DAN BAHAN
Alat :
1.
Beaker glass
2.
Erlenmeyer
3.
Corong pisah
4.
Gelas ukur
5.
Seperangkat alat KLT
Bahan
1.
Ekstrak hasil maserasi temu kunci dengan etil asetat
2.
N-Heksan
3.
Etil astetat
4.
Etanol 96%
5.
Aquades
6.
NaCl 10%
D. CARA KERJA
- Ekstraksi Cair cair
Ekstrak hasil maserasi temu kunci
dengan etil asetat sebanyak 20 ml dam air sebanyak 20 ml dimasukan kedalam
corong pisah, difraksinasi berturut-turut dengan petarut air (apabila pemisahan
tidak jelas ditambahkan NaCl 10% sebanyak 5 ml) dilakukan hingga menghasilkan
fraksi yang ke empat. Cuplik masing-masing fraksi yang terbentuk.
- Identifikasi KLT
Kromatografi Lapis Tipis
a.
Fase diam : Silika
Gel GF 254
b.
Fase gerak : n-Heksan
: Etil Asetat (4:1)
c.
Cuplikan :
Esktrak hasil maserasi temu kunci dengan etil asetat
d.
Deteksi : UV 254
E. HASIL
Nama Simplisia :
Temu Kunci
Metode eksraksi :
Fraksinasi Cair cair
Ranedemen Ekstrak :
-
Berat awal
: 20 ml
Berat akhir
: 9 ml
Jumlah Solven
1.
Solven 1 ditambah air 20 ml
2.
Solven 2 ditambah air 20 ml
3.
Solven 3 ditambah air 20 ml dan NaCl 10% 5 ml
4.
Solven 4 ditambahkan 20 ml dan NaCl 10% 5 ml
Hasil pengamatan :
1.
Fase diam : Silica
Gel GF 254
2.
Fase gerak : n-heksan : etil asetat (4:1)
3.
Pembanding : Ekstrak hasil maserasi temu kunci dengan
etil asetat
4.
Deteksi : Sinar UV 366 nm
Nilai Rf fraksi
2 = 4,1/8 = 0,5125
Nilai Rs fraksi
4 = 3,9/8 = 0,4875
Niali Rf fraksi
ekstrak + 4/8 = 0,5
F. PEMBAHASAN
Praktikum yang telah dilakukan
adalah Fraksinasi secara cair-cair dengan tujuan mahasiswa mampu melakukan
fraksinasi ekstrak tumbuhan dengan ekstraksi cair-cair. Fraksinasi adalah
proses pemisahan senyawa aktif dalam sampel berdasarkan tingkat keplarannya
masing-masing. Fraksinasi akan menghasilkan frkasi yaitu memisahkan senyawa
target dari pembawa. Dalam pratikum digunakan sampel ekstrak hasil maserasi
temu kunci dengan etil asetat. Pada ektrasksi air berperan sebagai pelarut
polar.
Proses fraksinasi yang dilakukan adalah fraksinasi
cair-cair tertingkat dimana dilakukan dengan menggunakan air. Seluruh ekstrak
digunakan karena yang akan digunakan pada tahap selanjutnya dari percobaab ini
adalah fraksi-fraksi yang terbentuk dari proses frakasinasi ekstrak hasil
maserasi temu kunci denga etil asetat yaitu fraksi air. Tujuan dari fraksinasi
cair-cair bertingkat ini adalah untuk memisahkan kandungan senyawa metabolit
sekunder yang terdapat pada ekstrak hasil
maserasi temu kunci dengan etil asetat berdasarkan tingkat kepolarannya
juga bertujuan untuk memisahkan komponen yang larut dalam air. Pada percobaan
digunakan alat corong pisah untuk melakukam fraksinasi. Proses fraksinasi
dilakukan dengan air, pelarut digunakan untuk memisahkan senyawa yang terdapat
dalam ekstrak hasil maserasi temu kunci denga etil asetat dimana sampel
mengandung pelaut yang memiliki senyawapolar, maka akan ditarik oleh air
kemudian dipisahkan bagian airnya. Percobaan dimulai dengan memasukan ekstrak
hasil maserasi temu kunci dengan etil asetat dan air kedalam corong pisah
kemudian kocok-kocok, tunggu dan diamkan hingga terbentuk pemisahan dua lapisan
dan pisah bagian airnya hasil pemisahan menghasilkan fraksi 1, kemudian
ditambahkan kembali air, kocok-kocok tunggu hingga terbentuk pemisahan dua
lapisan dan dipisahkan bagian airnya hasil pemisahan menghasilkan fraksi 2 dan
cuplik fraksi yang diperoleh, kemudian tambhakan kembali air dalam corong
kocok-kocok tunggu hingga terjadi pemisahan, namun pada penambahan pelarut air
yang ketiga ditambahkan NaCl 10% sebanyak 5ml berfungsi untuk memperjelas
pemisahan lapisan yang terjadi karena pemisahan yan terbentuk tidak terlalu
jelas. Setelah ditambahkan nampak pemisahan yang jelas dan dipisahkan bagian
airnya, kemudian dilakukan hal yang sama hingga terjadi pemisahan, dipisahkan
bagian airnya yaitu lapisan bawah. Terjadi pemisahan karena perbedaan polaritas
dan masa jenis pada larutan tersebut. Cuplik fraksi yang diperoleh yaitu
menghasilkan fraksi 4. Digunakan sampel ekstrak hasil maserasi temu kunci pada
awal fraksinasi yaitu 20ml dan hasil akhir fraksinasi menunjukan volume sampel
menjadi 9ml. Berkurangnya jumlah sampel disebabkan pelarut pada ekstrak yaitu
etil asetat dan solven dalam fraksinasi air (etil asetat semipolar, air bersifat
polar) adanya sejumlah bagian dari pelarut yang menguap dan bagian dari sampel
yang ikut terikat oleh air. Dari hasil fraksinasi diperoleh cuplikan frkasi 2
dan cuplikan fraksi 4 yang akan diuji dengan kromatografi lapis tipis dengan
pembanding ekstrak hasil maserasi temu kunci dengan etil asetat. Tujuan
pemisahan senyawa menggunaka KLT yaitu mengamati apakah masih teradapat senyawa
yang bersifat polar dalam fraksi-fraksi yang diperoleh.
Proses selanjutnya yaitu identifikasi sediaan yang
diperoleh hasil fraksinasi dengan KLT. KLT dilakukan untuk uji kualitatif
berdasarkan pada nilai Rf sampel dan Rf standar, namun dalam praktikum
digunakan ekstrak hasil maserasi temu kunci sebagai cuplikan pembanding atau
cuplikan standar. Prinsip dari KLT pemisahan didasarkan pada perbedaan
distribusi senyawa yaitu fase diam dan fase gerak. Senyawa yang terikat kuat
oleh fase diam akan tertahan dan akan terelusi lebih lama dibanding dengan
senyawa yang terikat lemah akan lebih mudah terbawa oleh fase gerak dan
terelusi pada plat. Daya ikatan antara senyawa dan dua fase didasari pada sifat
polaritasnya. Digunakan fase diam silica gel GF254 yang bersifat polar serta
digunakan fase gerak.
G. KESIMPULAN
Mahasiswa
mampu melakukan fraksinasi ekstrak tumbuhan dengan ekstrak cair-cair
berdasarkan proses pemisahan suatu senyawa kuantitas tertentu dari campuran
atau senyawa aktif berdasarkan tingkat kepolarannya yaitu memproleh fraksi
sebanyak 4 fraksi, dan dilakukan uji KLT memproleh nilai Rf fraksi 2 sebesar
0,5125, nilai Rf fraksi 4 sebesar 0,487 dan nilai Rf ekstrak hasil maserasi
temu kunci dengan etil asetat sebesar 0,5.
DAFTAR PUSTAKA
Adijuwana, Nur,
M.A., 1989. Teknik Spetroskopi dalam
Analisi Biologi. Bogor. Pusat Antar Universitas IPB.
Anonim, 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Anonim, 2001. Investaris Tanaman Obat Indonesia 1 Jilid 2.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Aldi, Y., N.C.
Sugiarto, S., et al, 1996. Uji Efek
Antihis Tonninergik dan Tanaman Androgaphis paniculata Ness. Warta Tanaman
Obat Indonesia. 3(1):17-19.
Lestari, S.B.,
dan Pari, G., 1990. Analisis Kimia Beberapa
Jenis Kayu Indonesia, Jurnal Penelitian Hasil Hutan Pusat Penelitian Indonesia
dan Pengembangan Hasil Hutan. VII (3), 96-100.
Minggu, 15 Juli 2018
IDENTIFIKASI TANIN DARI DAUN SIRIH HIJAU (Piper betle L)
LAPORAN
PRAKTIKUM FITOKIMIA
PERCOBAAN KE 2
(DUA)
IDENTIFIKASI
TANIN DARI DAUN SIRIH HIJAU
(Piper
betle L)
Nama
:
Nurani Puji Pangestuti
NIM : 1606067040
Kelompok :
A6
Hari,
Tanggal Praktikum : Senin, 2 Juli
2018
Dosen
Pembimbing : Dian Ratna Rianti, M.Sc., Apt
LABORATORIUM
FITOKIMIA
AKADEMI
FARMASI INDONESIA YOGYAKARTA
2018
PERCOBAAN
2
IDENTIFIKASI
TANIN DARI DAUN SIRIH HIJAU (Piper betle
L)
A. TUJUAN
Mahasiswa
dapat memahami dan dapat melaukan identifikasi tanin dari daun sirih hijau
berikut analisis kualitatif golongan senyawa dengan Kromatografi Lapis Tipis
B. DASAR
TEORI
Infundasi adalah penyarian yang umumnya untuk
menyari kandunga aktif yang ada pada
sedian tanaman yang larut dalam air. Penyarian adalah peristiwa memindahkan
massa zat aktif yang semula berada didalam sel ditarik oleh cairan penyari
sehigga zat aktif larut dalam cairan penyari (Anonim, 1986). Sistem yang
digunakan dalam ekstraksi harus dipilih berdasarkan kemampuannya digunakan
dalam melarutkan jumlah maksimal zat aktif dan seminimal mungkin zar yang tidak
digunakan (Ansel, 1989). Farmakope Indonesia menetapkkan untuk proses penyarian
sebagai cairan penyari digunakan air, etanol-air, eter. Peyarian pada pembuatan
obat di Indonesia masih terbatas pada penggunaan cairan penyari air, etanol
atau etanol air (Anonim, 1979).
Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan
menyari simplisia dengan air yang pada suhu 90oC selama 15 menit.
Penyarian tersebut akan menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar
oleh kuman dan kapang, sari yang diperoleh
tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam. Infusa dibuat dengan membasahi
bahan bakunya, biasanya dengan ai dua kali bobot bahannya. Penyariannya
dilakukan pada saat cairan masih panas dengan kain flanel, kecuali dinyatakan
lain yang mudah menguap (Anonim, 1986).
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliphyta
Kelas : Magnolipsida
Ordo : Piperales
Keluarga : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper betle L. (Dwivedi dan
Tripathi, 2014).
Daun sirih hijau mengandung minyak atsiri sebesar
1-4,2% minyak atsiri, tanin (Hariana, 2013). Terdapat pula kandungan alkaloid,
flavonoid, fenol dan steroid (Srisadono, 2008). Kandungan lain yang terdapat
dalam sirih hijau yaitu: 1-alanine, β-alanine,α-amino butyric acid, 1-arginine,
asparagine,1-asam aspartat, 1-asam glutamat, glisin, histidin, 1-leusin, 1-lisin,
1-metionin, fenilalanin,1-prolin, 1-serin, 1-teronin, 1-triptopan, 1-rirosin,
1-valin, α-alanin, sistin, asam oksalat, nhentriakontan, n-pentatriakontan,
sitosterol, terpen, fenil propane, saponin dan vitamin C.
C. ALAT
DAN BAHAN
Alat
1. Seperangkat
alat infus
2. Seperangkat
alat KLT
Bahan
1. Daun
sirih hijau segar
2. Aquadest
3. N-
Butanol
4. Asam
Asetat
5. Plat
silica gel GF 254
6. Pembanding
Asam Tanat
D. CARA
KERJA
E.
HASIL
Nama
Simplisia : Daun Sirih Hijau (Piper betle L)
Metode
ekstraksi : Infundasi
Randemen
ekstrak :
Berat awal simplisia : 40 gram
Jumlah Pelarut : 240 ml
Berat Ekstrak : 210 ml
Randemen
Ekstrak : -
Pemerian
ekstrak :
Aroma : Bau khas sirih hijau
Warna : Jernih Kuning
Bentuk : Cair
Hasil
skrining Fitokimia
Filtrat hasil ekstraksi + pereaksi
FeCl3 ----> Hijau
kehitaman
( hasil posistiv mengandung tanin )
Hasil
pengamatan Kromatografi Lapis Tipis
Fase diam : Silika Gel Gf 254
Fase gerak : n butanol : Asam Asetat : Air ( 5 : 4 : 1)
Deteksi
UV : 254 dan atau 366
Pembanding
: Asam Tanat
Rf cuplikan standar : 6,8 / 8
= 0,85
Rf sampel : 7,3/8 = 0,9125
Hasil
Infusa
Hasil Uji Pereaksi
FeCl3
Hasil Kromatografi Lapis Tipis
F.
PEMBAHASAN
Pada
praktikum yang telah dilakukan adalah identifikasi tanin dari daun sirih hijau
(Piper betle L). Tujuan praktikum
kali ini yaitu mahasiswa dapat memahami dan melakukan identifikasi tanin dari
daun sirih hijau berikut analisis kualitatif golongan senyawa tersebut dengan
metode Kromatografi Lapis Tipis. Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode
infundasi. Infundasi yaitu penyarian untuk kandungan zat aktif yang larut dalam
air dari bahan bahan nabati. Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan
menyari simplisia dengan air yang pada suhu 90oC selama 15 menit.
Pada proses infundasi yang telah dilakukan digunakan daun sirih hijau sebagai
sampel. Pemilihan metode tersebut dikarenakan daun sirih hijau mempunyai
srruktur jaringan yang lunak dan zat aktifnya berada diluar jaringan. Infusa
dibuat dengan membasahi bahan bakunya, biasanya dengan iar duankali bobob
bahznnya. Penyaringan dilakukan pada saat cairan musih panas dengan flanel,
kecuali yang mudah menguap (Anonim, 1986).
Sebelum dilakukan proses ekstraksi
dengan metode infundasi terlebih dahulu daun sirih dicuci atau dibersihkan
terlebih dahaulu untuk mengindari zat pengotor. Kemudian daun dipotong
kecil-kecil tujusnnys untuk memperkecil ukurab pariktel sehingga luas permukaan
lenih besar dan zat aktif yang tersari lebih banyak karena kontak dengan cairan
penyari lebih besar. Daun yaang telah dipotong dimasukan dalam panci A yaitu
panci yang kecil ditambah dengan cairan penyari dengan air. Penggunaan air
dengan pelarut sesuai dengan literature dimana infundasi dilakukan pemyarian
dengan menyari kandungan zat aktif yang larut dalam air. Panci B berisi sir
dimana ukuran lebih besar. Panci A dimasukan kedalam panci B yang telah berisi
air tersebut terhitung suhu yang berada dalam panci A mencapai 90oC
pemanasan dilakukan di atas kompor listrik . Setelah sampai dengan suhu 90oC
yang diukur menggunakan termometer waktu pemyarian dimulai selama 15 menit.
Saat setelah 15 menit infus didinginkan terlebih dahulu. Infus diserkai saat
dingin untuk menghindari penguapan yang berlebihan dimana infus Piper betle mengandung minyak atsiri
yang tinggi. Setelah dingin diserkai atau di disaring dengan kertas sarung dan
didapat kan volume infus yaitu sebesar 210 ml. Randemen ekstrak tidak dapat
dihitung karena infus tidak dsimpan terlebih dahulu dalam lemari es selama 1
minggu (hingga terbentuk krsital amorf berwarna putih kekuningan) yang nantinya
kristal yang diperoleh dari penyaringan tersebut dicuci dan dengan 10 ml air
es. Mengeringkan kertas saring bersama endapan pada suhu 50oC sampai
kering kemudian ditimbang untuk memperoleh randemen dari ekstrak tersebut.
Selanjutnya dilakukan skrining fitokimia
terhadap infusa sampel tersebut. Tujuan skrining fitokimia pada sediaan untk
mengetahui senyawa goongan yang dituju terdapat dalam infusa Piper betle tersebut. pengujian
dilakukan dengan penambahan pereaksi FeCl3 pada sediaan infusa hasil
positif ditunjuka dengan terbentuknya
perubahan warna menjadi hijau kehitaman pada infus, karena terbentuknya Fe3+
tanin dan Fe3+ polifenol.
Atom oksigen pada tanin dan polifenol mempunyai pasangan elektron yang
mendonorkan elektronnya pada Fe3+ yang mempunyai orbital kosong
membentuk ikatan kovalen koordinat seingga menjadi suatu ikatan yang komplek
atau senyawa yang komplek.
Proses selanjutnya yaitu
identifikasi sediaan infus dengan metode kromatografi lapis tipis. KLT
merupakan metode yang didasarkan pada prinsip absorbsi. KLT dilakukan untuk uji
kualitatif berdasarkan nilai Rf sampel dan nilai Rf cuplikan standar. Prinsip
dari KLT yaitu pemisahan didasarkan pada perbedaan distribusi senyawa fase diam
dan fase gerak. Senyawa yang terikat kuat oleh fase diam akan tertahan dan
terelusi lebih lama dibandingkan dengan senyawa yang terikat lemah akan lenih
mudah terbawa oleh fase gerak dan terelusi pada plat. Daya ikatan antara
senyawa dan dua fase didasari pada sifat polaritasnya. Digunakan fase diam
Silica gel (GF = Gypsum berflourosesensi pada panjang gelombang 254). Fase
gerak yang digunakan yaitu BAW atau campuran n-Butanol : Asam Asetat : Air
yaitu 5 : 1 : 4. Terlebih dahulu ketiga campuran larutan tersebut dimasukan
kedalam corong pisah kocok atau goyangkan perlahan hingga terjadi pemisahan dua
lapisan. Digunakan lapisan atas sebagai fase gerak dan lapisan bawah dibuang
atau tidak dipergunakan. Pemisahan terjadi karena perbedaan kepolaran dan masa
jenis campuran pada fase gerak tersebut. Tujuan perlakuan tersebut yaitu untuk
meningkatkan kepolaran fase gerak. Eluen campuran (BAW) n butanol : Asam Asetat
: Air, memberikan pemisahan yang baik dibandingkan perlarut lain, karena dari
komposisinya, eluen tersebut bersifat sangan polar. Kepolaran fase diam dan
fase gerka hampir sama, tetapi masih lebih polar fase gerak sehungga senyawa
tanin yang dipisahkan terangkat mengikuti aliran eluen, karena tanin bersifat
polar (Hayati, dkk, 2010). Sebelum dilakukan pentotolan terhadap sampel dan
cuplikan standar dilakukan pengembangan yaitu pita kertas saring dimasukan
dalam suatu chumber atau bejana yang telah berisi eluen. Tujuan atau fungsi
pengembangan yaitu untuk mengetahui
chumber telah penbuh dengan gas eluen, untuk proses partisi senyawa.
Setelah dilakukan pengembangan, dilakukan proses KLT dengan menotolkan pada
garis yang telah dibuat 1cm dari atas dan bawah pelat, totolan dilakukan pada
salah satu sisi pelat sebaris antara sampel dengan cuplikan standar dengan
psoisi yang berbeda pada silika gel, dimasukan dalam chumber dengan posisi
sedkit tegak lurus kemudian segera ditutup. Setalah pengembangan plat silika
gel diambil dari dalam chumber kemudian di amati dibawah sinar UV 366 nm yang
telah disemprot dengan FeCl3 untuk penegasan bercak noda yang timbul
oada plat silika gel, tanin terhidrolisi menampakan bercak berwarna hijau
kehitaman dan pada tanin terkondensasi menampakan bercak berwarna hijau
kecoklatan hal ini karena terbentuknya komplek logam Fe dengan senyawa fenol
(Bruneton, 1999). Diperoleh dari hasil pengamatan Rf cuplikan standar sebesar
0,85 dan Rf sampel sebesar 0,9125. Dari hasil tersebut daun sirih positif
mengandung tanin. Perbedaan nilai Rf ini disebabkan karena beberapa faktor ,
seperti :
1. Jenis
dan mutu silika gel serta daya serap dan kelembabannya
2. Susunan
pelarut mengenai kemurnian dan stabilitas campuran pelarut selama pemakaian dan
penyimpanan.
3. Temperatur
ruang
4. Kelembaban
ruang
5. Kejenuhan
ruang akan uap pelarut dalam chumber
6. Cairan
infus tercemar mikroba sehingga menyebabkan zat zat aktif didalamnya berkurang.
G. KESIMPULAN
Mahasisa dapat memahami
dan melakukan identifikasi tanin dari daun sirih hijau serta analisis
kualitatif golongan senyawa tersebut dengan metode Krmatografi Lapis Tipis
yaitu penyarian senyawa aktif dengan metode infundasi, yaitu sediaan cair
infusa yang dibuat dengan megekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90oC
selama 15 menit. Identifikasi dilakukan dengan skrining fitokimia menggunakan
pereaksi FeCl3 dengan hasil positif yaitu diperoleh warna hijau
kehitaman dan identifikasi dengan menggunakan Kromatigrafi lapis tipis
diperoleh Rf sampel sebesar 0,9125 dan Rf cuplikan standar 0,85.
DAFTAR PUSTAKA
Ahadi,
N.A., 2013. Theobromine and Remediation of Cocoa by Product : on overview.
J.Biol.Sci.
Anonim,
1979. Farmakope Indonesia Edisi III.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Anonim,
1980. Materia Medika Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik. Indonesia. Jakarta.
Anonim,
1986. Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.
Ansel,
H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi.
University Indonesia Press. Jakarta.
Bruneton,
J., 1999. Alkaloids: In H.K Caroline : Pharmacnosy: phytochemistry and medical
plants: 2nd ed. Paris. Lavoisier Publishing.
Langganan:
Postingan
(
Atom
)